Tuesday, October 21, 2014

Jalan Menuju Beasiswa LPDP

Masjid Agung Al Makmur Banda Aceh

"Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat" begitulah Rasul menegaskan pentingnya pendidikan. Walaupun banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan yang tinggi menjadi tidak penting bagi seorang wanita karena toh akan bekerja sebagai ibu rumah tangga atau PNS yang berada pada tugas struktural menjadi kurang penting untuk melanjutkan pendidikan dibanding PNS fungsional seperti dosen atau peneliti, namun harus dipahami bahwa kewajiban menuntu ilmu tersebut bersifat umum tanpa melihat jenis kelamin atau kedudukan.

Sayangnya, untuk mendapatkan pendidikan dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan banyak orang yang memiliki semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan harus terhenti di tengah jalan. Alhamdulillah, Pemerintah Republik Indonesia sangat menyadari pentingnya pendidikan untuk kemajuan bangsa. Pemerintah telah mengeluarkan sebuah program yang disebut Beasiswa Pendidikan Indonesia melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Untuk informasi lebih lanjut mengenai beasiswa ini silahkan klik http://www.lpdp.depkeu.go.id

Sebagai PNS struktural, melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat Doktor adalah hal yang tidak penting bagi sebagian orang. Namun, saya memiliki pandangan lain. Saya masih teringat perkataan seorang instruktur diklat kepemimpinan 6 bulan yang lalu "kalaupun ada kesempatan untuk diklat menggosok gigi buaya, ikuti sajalah". Saya memiliki motivasi tersendiri dalam bidang pendidikan. Saya yakin semakin banyak saya belajar semakin besar manfaat yang bisa saya berikan. Demikian juga, hal ini tentu penting bagi pembangunan daerah saya dan motivasi bagi anak-anak saya di masa yang akan datang.

Saya memilih Beasiswa LPDP melalui Program Afirmasi yaitu program khusus untuk mahasiswa yang berasal dari Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), daerah perbatasan, mahasiswa berprestasi dan mahasiswa Bidik Misi Cumlaude. Setelah menyiapkan berkas, tanggal 12 September 2014 saya mengirimkannya melalui titipan kilat (walaupun pendaftaran dapat juga dilakukan melalui email) karena banyaknya berkas/sertifikat yang harus dilampirkan.

Lebih kurang seminggu setelah pengiriman berkas, pihak LPDP menyampaikan hasil seleksi melalui telepon, email dan sms bahwa saya dinyatakan lulus administrasi dan diundang mengikuti seleksi wawancara dan Leaderless Group Discussion (LGD) di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tanggal 30 September s/d 1 Oktober 2014. Ini adalah pertama kalinya Banda Aceh menjadi host seleksi karena biasanya seleksi dilakukan di Medan sebagaimana juga tertulis dalam formulir pendaftaran. Oleh karena itu panitia menanyakan kesiapan saya untuk hadir di Banda Aceh atau memilih lokasi lain seperti Jakarta. Biaya transportasi dan akomodasi selama mengikuti seleksi menjadi tanggung jawab masing-masing peserta.

Perubahan lokasi dari Medan ke Banda Aceh tentu menyebabkan saya harus mengeluarkan dana tambahan untuk transportasi dan akomodasi. Namun, bagi saya ini adalah bagian dari perjuangan. Mudah-mudahan menjadi amal shalih karena saya sedang berjuang mencari jalan menuntut ilmu.

Tanggal 29 September 2014 pukul 16.30 WIB saya mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Tak diduga saya bertemu dengan seorang teman diklat kepemimpinan yang berasal dari Kabupaten Simeulue Provinsi NAD. Setelah berbincang sebentar, kami harus berpisah karena ia akan menuju daerah yang berbeda arah dengan saya. Namun ia sempat memperkenalkan saya dengan seorang supir yang akan menghantarkan saya ke Hotel Madinah Banda Aceh, tempat saya menginap.

Ternyata supir tersebut sudah memiliki penumpang lain selain saya. Dia menanyakan jika saya tidak buru-buru saya akan diantar belakangan. Saya setuju saja sekalian berkeliling Aceh tanpa mengeluarkan biaya tambahan.

Menjelang maghrib, saya tiba di hotel. Setelah maghrib saya berjalan di sekitar hotel sambil mencari warung untuk makan malam. Alhamdulillah, ada sebuah warung yang bernama "Arwana" tidak jauh dari hotel dan sangat ramai dikunjungi orang. Ternyata warung tersebut menyediakan tiga macam nasi: nasi putih, nasi goreng dan nasi kuning dengan lauk yang beraneka ragam.

Setelah selesai makan saya mendengar adzan isya dan saya tanyakan kepada pemilik warung dimana Mesjid yang terdekat. Dia menunjukkan sebuah mesjid yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari warung tersebut. Ketika memasuki masjid tersebut saya sangat takjub dengan kemegahannya dan keindahan suara imamnya. Saya sempatkan untuk mencari tahu nama mesjid tersebut. Namanya adalah Masjid Agung Al Makmur Banda Aceh. Setelah browsing melalui google, ternya mesjid tersebut dibangun kembali pasca tsunami melalui dana sumbangan dari Kesultanan Oman.

Setelah kembali dari mesjid, saya beristirahat untuk persiapan seleksi wawancara besok.

---Bersambung...---